efendisimbolon.blogspot.com

Kamis, 14 Mei 2015

Pengawas yang diawasi ? (Komisi Yudisial antara harapan dan Kenyataan)



Pengawas yang diawasi ?
(Komisi Yudisial antara harapan dan Kenyataan)
Efendi Simbolon



Komisi Yudisial sebagai sebagai salah satu lembaga negara yang diatur secara tegas dalam UUD 1945 dewasa ini menjadi soroton yang hangat untuk diperbincangkan. Megapa tidak, sebuah lembaga negara yang senyatanya diatur dalam UUD 1945 pun tidak luput dari persoalan politik, pada dasarnya persoalan politik itu bukan karena lembaga fenomenal ini Koruptif atau menyalahgunakan kekuasaannya, tetapi Kedudukannya sebagai lembaga negara yang selalu dipersoalkan.
Kelahiran Komisi Yudisial adalah buah pemikiran bahwa lembaga kekuasaan kehakiman (Yudisial) harus diawasi, karena kedudukan kekuasaan kehakiman sangat vital dalam sebuah negara. Kenyataan kelahiran Komisi Yudisial harus dihargai, karena ini sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa harus adanya lembaga yang independen yang mengawasi para hakim.
Undang-Undang Komisi Yudisial pertama kali diundangkan adalah UU No. 22 Tahun 2004, namun kelahiran Undang-Undang ini seolah-olah menjadi petaka besar karena secara langsung mengugurkan Undang-Undang yang lainnya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Titik persoalnnya adalah mengenai Kedudukan, Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial yang dianggap tidak jelas. Ketidak jelasan inilah, membawa undang-undang bergulir dalam objek pengujian di Mahkamah Konsitusi.
Tugas dan wewenang Komisi Yudisial yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2004 menjadi persoalan, 31 hakim Agung mengajukan permohonan pengujian di Mahkamah Konstitusi, menurut hakim agung pasal-pasal yang terdapat didalam UU No.22 Tahun 2004  tentang Komisi Yudisial bertentangan dengan UUD 1945 , Mahkamah Konstitusi pun mengabulkan sebagian permohonan pengujian tersebut dengan menyatakan sebagian Pasal-pasal didalam uu tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Menurut hakim agung bahwa seorang hakim agung tidak lah merupakan objek pengawasan dari Komisi Yudisial, tetapi harapan hakim yang maha agung itu sirna karena Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohanan tersebut. Malahan, Hakim Konstitusi membatalkan pasal yang menyatakan bahwa hakim konstitusi bukanlah merupakan objek pengawasan dari Komisi Yudisial.
Persoalan putusan Mahkamah Konstitusi ini pun, menjadi kontroversi dikalangan para ahli hukum, yang menyatakan bahwa hakim konstitusi mengadili untuk dirinya sendiri. Sebagian para ahli menyatakan bahwa hakim konstitusi melanggar asas yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh mengadili untuk dirinya sendiri. Namun pendapat hanyalah pendapat, karena kekuatan putusan Mahkmah Konstitusi selesai dan mengikat dan tidak dapat dilakukan pengujian kembali.
Maka dirancanglah kembali sebuah Undang-undang tentang Komisi Yudisial sebagai perubahan atas uu no 22 tahun 2004, yaitu UU no 18 tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial. Namun lagi-lagi UU ini pun diajukan permohonan untuk dilakukan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi terhadap UUD 1945.
Sederetan cerita tersebut, seakan-akan bahwa lembaga sekelas Komisi Yudisial pun tidak luput dari persoalan. Maka sebagian kewenangan Komisi Yudisial pun dipangkas sedemikian rupa. Tidak itu saja, senjata Komisi Yudisial satu-satunya pun yaitu, Keputusan Bersama antara Ketua MA dan Ketua KY tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim dilakukan pengujian di MA. Bayangkan Keputusan ketua Mahkamah Agung pun dimintakan pengujian ke MA.

Kesimpulan dan Rekomendasi :

Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dilahirkan dan diatur dalam UUD 1945, titik sentral persoalan ini bahwa Hakim tidak mau diawasi oleh Komisi Yudisal, karena dianggap menggangu kemandirian dan kebebasan Hakim. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila UU yang mengatur tentang wewenang dan tugas Komisi Yudisial dilakukan pengujian.
Oleh karena itu sudah sepantasnya, kita memikirkan apakah lembaga Komisi Yudisial diperlukan dan menjadi perhatian. Karena Komisi ini, tidaklah mempunyai tenaga yang penuh lagi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Apabila lembaga ini terus menjadi persoalan, bukan tidak mungkin pembahasan perubahan UUD 1945 menghilangkan lembaga yang sangat penting ini.
Pilihannya antara dua dibubarkan atau dipertahankan, apabila lembaga ini ingin dipertahankan, kedudukan, tugas dan wewenangnya harus diperjelas dan dipertegas.
Karena menurut penulis mempersoalkan kedudukan, tugas dan wewenang Komisi Yudisial itu penting, namun bukanlah yang utama. Karena persoalan bangsa dan negara Indonesia ini, adalah adanya oknum-oknum yang koruptif, mengapa persoalan ini saja yang tidak dicecar, karena bukan rahasia umum lagi masih banyaknya lembaga-lembaga negara yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan dirinya sendiri.