Pengawas
yang diawasi ?
(Komisi
Yudisial antara harapan dan Kenyataan)
Efendi
Simbolon
Komisi
Yudisial sebagai sebagai salah satu lembaga negara yang diatur secara tegas
dalam UUD 1945 dewasa ini menjadi soroton yang hangat untuk diperbincangkan.
Megapa tidak, sebuah lembaga negara yang senyatanya diatur dalam UUD 1945 pun
tidak luput dari persoalan politik, pada dasarnya persoalan politik itu bukan
karena lembaga fenomenal ini Koruptif atau menyalahgunakan kekuasaannya, tetapi
Kedudukannya sebagai lembaga negara yang selalu dipersoalkan.
Kelahiran
Komisi Yudisial adalah buah pemikiran bahwa lembaga kekuasaan kehakiman
(Yudisial) harus diawasi, karena kedudukan kekuasaan kehakiman sangat vital
dalam sebuah negara. Kenyataan kelahiran Komisi Yudisial harus dihargai, karena
ini sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa harus adanya lembaga yang independen
yang mengawasi para hakim.
Undang-Undang
Komisi Yudisial pertama kali diundangkan adalah UU No. 22 Tahun 2004, namun
kelahiran Undang-Undang ini seolah-olah menjadi petaka besar karena secara
langsung mengugurkan Undang-Undang yang lainnya yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman. Titik persoalnnya adalah mengenai Kedudukan, Tugas dan Wewenang
Komisi Yudisial yang dianggap tidak jelas. Ketidak jelasan inilah, membawa
undang-undang bergulir dalam objek pengujian di Mahkamah Konsitusi.
Tugas
dan wewenang Komisi Yudisial yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2004 menjadi
persoalan, 31 hakim Agung mengajukan permohonan pengujian di Mahkamah
Konstitusi, menurut hakim agung pasal-pasal yang terdapat didalam UU No.22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
bertentangan dengan UUD 1945 , Mahkamah Konstitusi pun mengabulkan sebagian
permohonan pengujian tersebut dengan menyatakan sebagian Pasal-pasal didalam uu
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut hakim agung bahwa seorang hakim agung tidak lah merupakan objek
pengawasan dari Komisi Yudisial, tetapi harapan hakim yang maha agung itu sirna
karena Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohanan tersebut. Malahan,
Hakim Konstitusi membatalkan pasal yang menyatakan bahwa hakim konstitusi
bukanlah merupakan objek pengawasan dari Komisi Yudisial.
Persoalan
putusan Mahkamah Konstitusi ini pun, menjadi kontroversi dikalangan para ahli
hukum, yang menyatakan bahwa hakim konstitusi mengadili untuk dirinya sendiri. Sebagian
para ahli menyatakan bahwa hakim konstitusi melanggar asas yang menyatakan
bahwa hakim tidak boleh mengadili untuk dirinya sendiri. Namun pendapat
hanyalah pendapat, karena kekuatan putusan Mahkmah Konstitusi selesai dan
mengikat dan tidak dapat dilakukan pengujian kembali.
Maka
dirancanglah kembali sebuah Undang-undang tentang Komisi Yudisial sebagai
perubahan atas uu no 22 tahun 2004, yaitu UU no 18 tahun 2011 Tentang Komisi
Yudisial. Namun lagi-lagi UU ini pun diajukan permohonan untuk dilakukan
pengujian oleh Mahkamah Konstitusi terhadap UUD 1945.
Sederetan
cerita tersebut, seakan-akan bahwa lembaga sekelas Komisi Yudisial pun tidak
luput dari persoalan. Maka sebagian kewenangan Komisi Yudisial pun dipangkas
sedemikian rupa. Tidak itu saja, senjata Komisi Yudisial satu-satunya pun
yaitu, Keputusan Bersama antara Ketua MA dan Ketua KY tentang kode etik dan
pedoman perilaku hakim dilakukan pengujian di MA. Bayangkan Keputusan ketua
Mahkamah Agung pun dimintakan pengujian ke MA.
Kesimpulan
dan Rekomendasi :
Komisi
Yudisial adalah lembaga negara yang dilahirkan dan diatur dalam UUD 1945, titik
sentral persoalan ini bahwa Hakim tidak mau diawasi oleh Komisi Yudisal, karena
dianggap menggangu kemandirian dan kebebasan Hakim. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan apabila UU yang mengatur tentang wewenang dan tugas Komisi Yudisial
dilakukan pengujian.
Oleh
karena itu sudah sepantasnya, kita memikirkan apakah lembaga Komisi Yudisial
diperlukan dan menjadi perhatian. Karena Komisi ini, tidaklah mempunyai tenaga
yang penuh lagi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Apabila lembaga ini
terus menjadi persoalan, bukan tidak mungkin pembahasan perubahan UUD 1945
menghilangkan lembaga yang sangat penting ini.
Pilihannya
antara dua dibubarkan atau dipertahankan, apabila lembaga ini ingin
dipertahankan, kedudukan, tugas dan wewenangnya harus diperjelas dan
dipertegas.
Karena
menurut penulis mempersoalkan kedudukan, tugas dan wewenang Komisi Yudisial itu
penting, namun bukanlah yang utama. Karena persoalan bangsa dan negara
Indonesia ini, adalah adanya oknum-oknum yang koruptif, mengapa persoalan ini
saja yang tidak dicecar, karena bukan rahasia umum lagi masih banyaknya
lembaga-lembaga negara yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan dirinya
sendiri.