Efendi Simbolon, S.H
Batinku terlarang melihat sudut kota merata debu
Berjalan melihat tuan penuh piluhMelampiaskan angan dengan syahdu
Namun tak seelok Negaraku melek huruf.
Anak muda menatap lalu tidur
Ditemani kopi penuh lembur
Lantas kemana aku mencari jalan lurus itu kuhadapi baju lecek penuh biru.
Terbuang kikisan penyesalan itu
Meneropong jalan lampu jalan
Lalu aku terbuang kesemak penuh ular
Terlempar dan terdampar tak membisu.
Ajaib, kini surga nyaris tak aku rasakan
Penuh bintang bersinar redup
Tiupan angin berdegus, berdegus ah aku hanya cadangan di negara tuan.
Kubuka selendang baru tak kulihat ada tubuh ayu
Kutarik bantal tidur menutup mulut tak sampai kesitu
Barangkali ada yang mengerti isi hati
Kan kujadikan pelangi satu warna.
Lalu aku terpakai luka anak cucu enggan tahu
Tapi malu merusak pikiranku menjelaskan masuk lubuk ubun penuh kesesakan.
Kini penerimaan memangkas semangat
Kuambil lonceng kusuarakan ingat kaki ini tertancap duri
Tangan berkeringat semangat boleh diuji.