efendisimbolon.blogspot.com

Rabu, 26 April 2017

"Pakai aku"

"Pakai aku"
Efendi Simbolon, S.H

Batinku terlarang   melihat sudut kota merata debu
Berjalan melihat tuan penuh piluh
Melampiaskan angan dengan syahdu
Namun tak seelok Negaraku melek huruf.
Anak muda menatap lalu tidur
Ditemani  kopi penuh lembur
Lantas kemana aku mencari jalan lurus itu kuhadapi baju lecek penuh biru.
Terbuang kikisan penyesalan itu
Meneropong jalan lampu jalan
Lalu aku terbuang kesemak penuh ular
Terlempar dan terdampar tak membisu.
Ajaib, kini surga nyaris tak aku rasakan
Penuh bintang bersinar redup
Tiupan angin berdegus, berdegus ah aku hanya cadangan di negara tuan.
Kubuka selendang baru tak kulihat ada tubuh ayu
Kutarik bantal tidur menutup mulut tak sampai kesitu
Barangkali ada yang mengerti isi hati
Kan kujadikan pelangi satu warna.
Lalu aku terpakai luka anak cucu enggan tahu
Tapi malu merusak pikiranku menjelaskan masuk lubuk ubun penuh kesesakan.
Kini penerimaan memangkas semangat
Kuambil lonceng kusuarakan ingat kaki ini tertancap duri
Tangan berkeringat semangat boleh diuji.


Minggu, 23 April 2017

Seandainya Mau Begitu Mungkin Ngak Begini “Kontemplasi Kekalahan Tuan Crab Dalam Perang Kepemimpinan”



Seandainya Mau Begitu Mungkin Ngak Begini
Kontemplasi Kekalahan Tuan Crab Dalam Perang Kepemimpinan

Opening Statement
“Setiap orang tahu politik tetapi tak seorang pun yang memahaminya” -Mark Twain-

Alkisah perang sudah dimulai dengan senjata yang lengkap telah siap untuk bertempur, hingga terjadilah pertempuran itu, namun ada hal yang menarik untuk disimak ketika itu para prajurit sudah mengangkat bendera  putih menyatakan kekalahannya, dan prajurit lawan menurunkan senjatanya. Satu hal yang tersirat adalah “Bodoh” mengapa demikian? Karena sakit hati tidak dapat dituntaskan dengan mengangkat bendera putih, karena pertumpahan darah sejatinya telah terjadi, namun niat itu diurungkan karena kasih sayangnya terhadap jiwa manusia yang telah menyadari kesalahannya dengan menyatakan kekalahan. Padahal jikaulah prajurit lawan boleh berfikir sejenak, Perang sudah menyita banyak waktu dan taruhan hidup dan mati.
Demikian yang terjadi dengan kontestasi politik antara tuan crab dan sedo, ketika itu tuan crab menjadi pemimpin sebuah kota paling bergengsi dengan banyaknya kumpulan koin-koin emas, karena tuan crab sudah mendekati masa kepemimpinannya dilaksanakalah ajang pemilihan pemimpin. Dengan tekad bulat tuan Crab mencalonkan diri untuk mengikuti pemilihan kedua kalinya, niat itu dilandasi dengan kegigihan tuan Crab agar memastikan koin-koin emas aman dan cukup untuk kehidupan anak cucu pada masa yang akan datang.
Pada akhirnya tuan Crab kalah dalam ajang pemilihan, yang menyebabkan tuan Crab sejenak membisu dan bertanya ada apa dan mengapa? Padahal seluruh rakyat kota bangga dan puas dengan kinerja tuan Crab pada masa itu. Namun tuan Crab tersentak dengan ketika membaca tulisan di dinding-dinding taman kota yang bertuliskan “anda kurang latihan dalam peperangan”, melihat tulisan itu tuan Crab hanya tersenyum pilu dengan gigi-gigi pesakitan.
Dengan bermodalkan penasaran terhadap tulisan “anda kurang latihan dalam peperangan”, tuan Crab berangkat menuju tepi-tepi pantai untuk menyelami kata-kata itu. naas tuan Crab terbangun dari mimpinya, menarik nafas sedalam-dalamnya dan berkata “Wah saya lupa ini perang, bukan bagi-bagi sembako”. Seandainya tuan Crab berlatih terlebih dahulu, mungkin ia dapat berbuat begitu, dan bukan begini, namun penyesalan tinggalah kenangan, sesungguhnya perperangan sudah dimulai terkungkung oleh ketulusan dan keikhlasan.
Oh Tuan Crab mengapa kau begini...............bukan begitu?.