efendisimbolon.blogspot.com

Kamis, 15 Desember 2016

SATPAM BUKAN PELAYAN TAPI PENGAMAN Oleh : Efendi Simbolon, S.H






SATPAM BUKAN PELAYAN TAPI PENGAMAN
Oleh :
Efendi Simbolon, S.H
Advokat Muda Ikatan Penasihat Hukum Indonesia
DPD-IPHI Sumsel



Satuan Pengamanan atau sering juga disingkat Satpam adalah satuan kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/proyek/badan usaha untuk melakukan keamanan fisik (physical security) dalam rangka penyelenggaraan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU No. 2/2002”) beserta penjelasannya, satpam merupakan pihak yang turut membantu kepolisian dalam melaksanakan fungsi kepolisian.
Selain itu mengenai tugas dan fungsi dari satpam juga dapat kita lihat dalam Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah, yang mengatakan bahwa:
Tugas pokok Satpam adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban di lingkungan/tempat kerjanya yang meliputi aspek pengamanan fisik, personel, informasi dan pengamanan teknis lainnya;
 Fungsi Satpam adalah melindungi dan mengayomi lingkungan/tempat kerjanya dari setiap gangguan keamanan, serta menegakkan peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan kerjanya;
Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengemban fungsi kepolisian terbatas, Satpam berperan sebagai:
a.        Unsur pembantu pimpinan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/ lembaga pemerintah, pengguna Satpam di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban lingkungan/tempat kerjanya;
b.      Unsur pembantu Polri dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan peraturan perundang-undangan serta menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan keamanan (security mindedness dan security awareness) di lingkungan/tempat kerjanya.
Secara logika, satpam sebagai pembantu dari kepolisian RI dan pihak yang juga menjalankan fungsi kepolisian secara terbatas, mempunyai kewajiban yang sama dengan kepolisian RI dan hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh kepolisian RI juga menjadi hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh satpam.
Berangkat dari uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tugas pokok Satpam adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban. Namun hal ini bertolak belakang dengan kenyataan yang ada, Satpam yang tugas pokoknya sebagai penyelenggara keamanan dan ketertiban, bergeser menjadi pelayan masyarakat. Hal ini dapat ditemukan di berbagai instansi atau perusahaan, sebagai contoh di perusahaan perbankan, Bank dewasa ini menempatkan seorang Satpam sebagai pelayan pertama apabila ada nasabah (customer) yang datang. Masyarakat akan menemukan pelayanan yang sangat prima dari seorang Satpam. Satpam dapat membantu nasabah yang masih kebingungan misalnya nasabah tidak tahu menulis di slip setoran, nasabah tidak tahu harus menggunakan slip yang mana, nasabah tidak tahu bagaimana cara menggunakan ATM, nasabah tidak tahu cara bagaimana menggunakan cash deposit machine dan masih banyak lagi. Disatu sisi pelayanan yang diberikan oleh Satpam adalah hal yang baik, yang berdampak positif kepada kepuasaan nasabah atas pelayanan yang diberikan, walaupun dampak tersebut lebih cenderung kepada pelayanan Bank, bukan spesifik kepada Satpamnya. Namun disisi lain terdapat kekeliruan dalam mengartikan tugas Satpam yang seharusnya meyelenggarakan keamanan dan ketertiban bukan sebagai pelayanan.
Penulis pernah melakukan wawancara dengan Satpam dari beberapa Bank di Palembang, bahwa bergesernya tugas Satpam yang seharusnya melakukan pengaman dan ketertiban menjadi pelayan bukan kemauan dari Satpam melainkan tuntutan SOP di dalam Bank tersebut. Apabila diteliti lebih lanjut yang lebih tepat menjadi pelayan di Bank adalah Pelayan Nasabah (Customer Service), sesuai dengan namanya Customer Service inilah yang seharusnya melayani nasabah bukan Satpam, namun hal ini berbanding terbalik yang seperti yang dilihat bahwa Customer Service hanya duduk manis di dalam Bank dan melayani apabila hanya ada nasabah yang mau berurusan sepanjang berkaitan dengan Bank, misalnya mau membuka rekening, mau menyetor atau menarik uang.
Mengikuti alur peraturan perundang-undangan Satpam sebagai pelayan tentu saja tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,  walaupun didalam suatu peraturan perundang-undangan tidak ada larangan bagi Satpam untuk melayani nasabah/ masyarakat. Namun hal ini dapat membuat kerancuan dan kesesatan dalam memahami tugas satpam yang seharusnya meyelenggarakan keamanan dan ketertiban.
Satpam sebagai pekerja, bukanlah menjadi pekerja tetap/ kontrak sebagaimana yang dipahami didalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan melainkan sebagai pekerja yang tidak berkaitan dengan tugas/aktifitas utama  didalam perusahaan.  Bank merekrut Satpam tidak lagi disibukkan dengan membuka lowongan pekerjaan, tetapi langsung saja berhubungan dengan perusahaan alih daya (outsourcing) yang berarti bekerja dan hubungan kerjanya pada perusahaan alih daya (outsourcing) dalam hal ini, perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Tentu saja terdapat perbedaan hak yang  diterima dengan pekerja yang direkrut secara langsung oleh perusahaan/ Bank (pekerja tetap/PKWTT). Hubungan Satpam dengan perusahaan alih daya (outsourcing) hanya hubungan sementara dalam artian apabila sudah habis masa kontrak, Satpam tidak mendapatkan hak-haknya seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan hak-hak lainnya sebagaimana diatur di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Namun kenyataan yang terjadi Satpam dituntut sebagai pelayan di Bank, yang berarti Satpam bekerja berkaitan dengan tugas/aktifitas utama  didalam perusahaan. apabila Satpam sebagai pelayan di Bank, sudah seharusnya hak-haknya disamakan dengan pekerja tetap.
Hal ini menjadi perenungan bersama untuk menegaskan tugas utama Satpam sebagai penjaga keamanan dan ketertiban atau sebagai pelayan nasabah/ masyarakat.

Palembang, 11 Desember 2016
Salam Hormat,



Efendi Simbolon, S.H



Minggu, 16 Oktober 2016

GUBERNUR PALING SEXY (Merenung kembali siapa ahok ?) Oleh : Efendi Simbolon






GUBERNUR PALING SEXY
(Merenung kembali siapa ahok ?)
Oleh : Efendi Simbolon



Opening Statement
Kepala sekolah yang sangat efektif memahami adanya komunitas para pemimpin. Ketika anggota staf, orang tua, serta murid merupakan bagian dari suatu komunitas para pemimpin, maka setiap orang menerima tanggung jawab untuk belajar, mengetahui alasan di balik apa yang sedang mereka lakukan, dan memiliki komitmen terhadap misi sekolah. -Elani McEwan-


Pendahuluan
Pilkada DKI-Jakarta tahun 2017 adalah isu sentral yang sedang hangat diperbincangkan oleh semua kalangan masyarakat. Tukang bubur, tukang becak, tukang bangunan, tukang cukur hingga kaum-kaum intelektual pun terangsang untuk menceritakan kontes demokrasi ini. 
Senyatanya demokrasi sudah dimulai ketika masing-masing kandidat telah mendaftarkan dirinya untuk maju dalam Pilkada tersebut. Salah satu kandidat yang kembali mencalonkan diri adalah Basuki Tjahja Purnama atau Ahok (panggilan) dari garis petahana. Ahok mencalonkan diri kembali dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu, faktor kekuasaan, faktor keprihatinan, dan faktor kepedulian.
            Ahok mencalonkan diri semula dari jalur “Independen” merubah pikirannya menggunakan Partai politik sebagai kendaraannya. Hal ini disebabkan oleh syarat administrasi jalur Independen yang begitu sulit. Langkah yang diambil Ahok tersebut, berdampak kepada pecahnya  suatu Relawan “Teman Ahok”, sebagian menyatakan bahwa Ahok mempermainkan kerja keras, ada juga yang menyatakan Ahok tidak konsisten dengan Pernyataan yang dibuatnya bahwa akan mencalonkan diri dari jalur Independen, dan masih ada dukungan terhadap Ahok walaupun memilih mencaolonkan melalui jalur Independent.
            Pencalonan Ahok untuk maju kembali  ke Pilkada DKI-Jakarta, tidaklah mulus adanya. Segala upaya/ cara dilakukan oleh pesaing-pesaing Ahok, bukan sekedar kandidat lainnya namun masyarakat yang kerap tersinggung dengan gaya tepramen sang Gubernur ini. “Taik”, Bodoh, dan Gila adalah kata-kata yang ringan untuk diucapkan untuk para pegawai yang melanggar aturan, hingga berujung pemecatan. Kata-kata kasar tersebut, dianggap tidak lumrah untuk diucapkan, seharusnya Ahok dapat mengucapkan dengan kata-kata yang menenangkan hati. Agama dan Cina pun menjadi salah satu alasan yang kuat, agar Ahok tidak ikut lagi mencalonkan diri  menjadi Gubernur Ibukota Jakarta.   
Berangkat dari masalah diatas, siapa sebenarnya Ahok dan apa yang membuat Ahok mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur DKI- Jakarta.

Selayang Pandang
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok  lahir di Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966 adalah Gubernur DKI Jakarta yang menjabat sejak 19 November 2014. Pada 14 November 2014, ia diumumkan secara resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta pengganti Joko Widodo, melalui rapat paripurna istimewa di Gedung DPRD DKI Jakarta.  Ahok resmi dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Joko Widodo pada 19 November 2014 di Istana Negara, setelah sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur sejak 16 Oktober hingga 19 November 2014.  Ahok merupakan warga negara Indonesia dari etnis Tionghoa dan pemeluk agama Kristen Protestan pertama yang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta pernah dijabat oleh pemeluk agama Kristen Katolik, Henk Ngantung (Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965). Basuki pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI dari 2012-2014 mendampingi Joko Widodo sebagai Gubernur. Sebelumnya Basuki merupakan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar namun mengundurkan diri pada 2012 setelah mencalonkan diri sebagai wakil gubernur DKI Jakarta untuk Pemilukada 2012. Dia pernah pula menjabat sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2006. Ia merupakan etnis Tionghoa pertama yang menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur.
Pada tahun 2012, ia mencalonkan diri sebagai wakil gubernur DKI berpasangan dengan Joko Widodo, wali kota Solo. Basuki juga merupakan kakak kandung dari Basuri Tjahaja Purnama, Bupati Kabupaten Belitung Timur (Beltim) periode 2010-2015. Dalam pemilihan gubernur Jakarta 2012, mereka memenangkan pemilu dengan presentase 53,82% suara. Pasangan ini dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Pada 10 September 2014, Basuki memutuskan keluar dari Gerindra karena perbedaan pendapat pada RUU Pilkada. Partai Gerindra mendukung RUU Pilkada sedangkan Basuki dan beberapa kepala daerah lain memilih untuk menolak RUU Pilkada karena terkesan "membunuh" demokrasi di Indonesia.
Pada tanggal 1 Juni 2014, karena Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengambil cuti panjang untuk menjadi calon presiden dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014, Basuki Tjahaja Purnama resmi menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta. Setelah terpilih pada Pilpres 2014, tanggal 16 Oktober 2014 Joko Widodo resmi mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Secara otomatis, Basuki menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta. Basuki melanjutkan jabatannya sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta tanpa dukungan partai (independen) hingga pun dirinya dilantik sebagai Gubernur DKI pada 19 November 2014. (sumber : Wikipedia.org)

Kembali Maju dalam Pilkada DKI-Jakarta Tahun 2017
Berbagai kontroversi yang dilakukan oleh Ahok, lahan rumah sakit sumber waras, penertiban kalijodo, tanah abang, kampong aquarium, kasus proyek dermaga, pelarangan pemotongan hewan kurban, sengketa APBD 2015, dan sampai kasus surat Al maidah 51 di sentuh olehnya. Dibalik kotroversi tersebut, tidak meyurutkan langkahnya untuk kembali maju dalam pilkada DKI-Jakarta Tahun 2017 yang akan datang.
Program kerja yang handal, menjadi senjata utama untuk kembali maju mencalonkan diri, namun hal ini bertolak belakang dengan keadaan yang sedemikian rupa. Karena sebagian masyarakat sudah muak dengan ucapan kasar yang kerap kali  disampaikan oleh Ahok. Alih-alih mengatakan “Mati keuntungan bagi saya” untuk menyakinkan bahwa Ahok tidaklah takut sedikitpun dengan apa yang telah diucapkan dan dilakukannya.
            Program kerja yang belum kelar, banjir masih melanda, kemiskinan masih marak, dan kemacetan, menjadikan Ahok untuk kembali mencalonkan diri maju dalam Pilkada DKI-Jakarta Tahun 2017.