efendisimbolon.blogspot.com

Sabtu, 21 Januari 2017

KRITIK PEMERINTAH DAN TINDAK PIDANA MAKAR (Menyoroti dari ruang Televisi persoalan negeri ini) Efendi Simbolon



KRITIK PEMERINTAH DAN TINDAK PIDANA MAKAR
(Menyoroti dari ruang Televisi persoalan negeri ini)
Penulis : Efendi Simbolon



            Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia tidak diatur secara jelas mengenai definisi makar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan makar adalah “Akal busuk; tipu muslihat, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah”. Selanjutnya mengenai  tindak pidana makar di atur di dalam Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
            Akhir-akhir ini sedang hangat diperbincangkan persoalan tindak pidana makar yang melanda negeri ini. Banyaknya berita di media cetak dan media elektronik menjadi momok yang menakutkan apabila benar terjadi tindak pidana tersebut. Namun persoalan yang lebih mendasar daripada itu adalah apakah benar ada upaya makar?
             Nama-nama yang bernuansa kitikal terhadap pemerintah, dianggap telah melakukan tindak pidana makar mereka dianggap tidak pro terhadap pemerintah beserta kebijakan-kebijakannya. Persoalan ini  diawali dengan kasus yang menjerat Ahok Calon Gubernur DKI Jakarta, yang berlanjut kepada suara-suara bahwa presiden seharusnya tegas dalam mengambil sikap terhadap yang telah dan akan terjadi di negeri Ini.  
            Apabila yang dimaksud dengan tindak pidana makar adalah kritik terhadap pemerintah maka sudah seharusnya kita menutup buku dan membungkam mulut, karena setiap pendapat yang tidak pro terhadap pemerintah disinyalir melakukan tindak pidana makar atau paling tidak melakukan percobaan tindak pidana makar. Sebagai analoginya Bapak berjalan dengan anaknya, dan bapak tersebut salah jalan yang seharusnya kekiri namun kekanan dengan sengaja anak mengingatkan bapaknya bahwa jalan yang harus kita lalui kekiri bukan kekanan, apakah seketika itu bapak langsung menampar anaknya  dan berkata “kamu diam saja bapak sudah sering lewat sini”, ada dua kemungkinan yang terjadi bapak yang sengaja kekanan namun tujuannya sama seperti kekiri atau bapak sudah lupa jalan.
            Sesungguhnya hal inilah yang sedang terjadi di negeri ini, di satu sisi apabila semua orang bebas tanpa batas untuk mengungkapkan pendapat maka hal itu juga dapat dianggap lumrah karena pada dasarnya kita sudah menyepakati demokrasi langsung dan berkembang menjadi demokrasi perwakilan melalui  DPR. Disisi lain bila hal ini tidak di awasi maka terjadilah manusia memakan manusia lainnya. Tentu kondisi ini tidak diinginkan melainkan harus dibenahi sedemikian rupa melalui perundingan tanpa batas, dapat dimungkinkan pemerintah mengajak makan malam terlebih dahulu dan meminta klarifikasi apa yang dimaksud dengan pendapat nama-nama tersebut atau yang ekstrim dengan dilakukannya penyisihan beberapa bangku kosong untuk meninjau mau dibawa kemana Negara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar