KRITIK PEMERINTAH DAN TINDAK PIDANA MAKAR
(Menyoroti dari
ruang Televisi persoalan negeri ini)
Penulis : Efendi
Simbolon
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia
tidak diatur secara jelas mengenai definisi makar. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang dimaksud dengan makar adalah “Akal busuk; tipu muslihat, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak
menyerang (membunuh) orang, perbuatan (usaha)
menjatuhkan pemerintah yang sah”. Selanjutnya mengenai tindak pidana makar di atur di dalam Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Akhir-akhir ini sedang hangat
diperbincangkan persoalan tindak pidana makar yang melanda negeri ini. Banyaknya
berita di media cetak dan media elektronik menjadi momok yang menakutkan
apabila benar terjadi tindak pidana tersebut. Namun persoalan yang lebih
mendasar daripada itu adalah apakah benar ada upaya makar?
Nama-nama yang bernuansa kitikal terhadap
pemerintah, dianggap telah melakukan tindak pidana makar mereka dianggap tidak
pro terhadap pemerintah beserta kebijakan-kebijakannya. Persoalan ini diawali dengan kasus yang menjerat Ahok Calon
Gubernur DKI Jakarta, yang berlanjut kepada suara-suara bahwa presiden
seharusnya tegas dalam mengambil sikap terhadap yang telah dan akan terjadi di
negeri Ini.
Apabila yang dimaksud dengan tindak
pidana makar adalah kritik terhadap pemerintah maka sudah seharusnya kita
menutup buku dan membungkam mulut, karena setiap pendapat yang tidak pro
terhadap pemerintah disinyalir melakukan tindak pidana makar atau paling tidak
melakukan percobaan tindak pidana makar. Sebagai analoginya Bapak berjalan
dengan anaknya, dan bapak tersebut salah jalan yang seharusnya kekiri namun
kekanan dengan sengaja anak mengingatkan bapaknya bahwa jalan yang harus kita lalui
kekiri bukan kekanan, apakah seketika itu bapak langsung menampar anaknya dan berkata “kamu diam saja bapak sudah
sering lewat sini”, ada dua kemungkinan yang terjadi bapak yang sengaja kekanan
namun tujuannya sama seperti kekiri atau bapak sudah lupa jalan.
Sesungguhnya hal inilah yang sedang
terjadi di negeri ini, di satu sisi apabila semua orang bebas tanpa batas untuk
mengungkapkan pendapat maka hal itu juga dapat dianggap lumrah karena pada
dasarnya kita sudah menyepakati demokrasi langsung dan berkembang menjadi
demokrasi perwakilan melalui DPR. Disisi lain bila hal ini tidak di
awasi maka terjadilah manusia memakan manusia lainnya. Tentu kondisi ini tidak
diinginkan melainkan harus dibenahi sedemikian rupa melalui perundingan tanpa
batas, dapat dimungkinkan pemerintah mengajak makan malam terlebih dahulu dan
meminta klarifikasi apa yang dimaksud dengan pendapat nama-nama tersebut atau
yang ekstrim dengan dilakukannya penyisihan beberapa bangku kosong untuk meninjau
mau dibawa kemana Negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar