MENGALIR SAJALAH...
Namaku Efendi Simbolon. Sehari-hari
aku dipanggil “Ucok”, panggilan beken untuk menandai aku orang batak. Dulu saat
masih SD aku malu dipanggil dengan panggilan Efendi Simbolon karena saat
Ibu/Bapak guru membacakan absensi sontak para teman-teman tertawa
terbahak-bahak saat mendengar kata Simbolon tak jarang di plesetkan “hai
Simbolot”.
Aku dibesarkan dari keluarga yang
penuh kemewahan, ya secara bapak ku dulu seorang banker disalah satu Bank
swasta Indonesia. Label pemilik uang jutaan hingga ratusan juta melekat dalam
keluargaku. Tapi jauh api dari panggang, label tidak semulus isi kue sari roti,
tak jarang bapakku ngutang di lapo tuak (sebutan warung batak), untuk menikmati
sebotol tuak satu setengah liter.
Mamaku seorang pengganguran, dengan
rupa yang begitu cantik dan menawan. Tapi orangnya cerewet dan galak, dulu
kalau aku telat pulang kerumah saat bermain, aku harus bersiap-siap dipukul
pakai selang sampai badanku mengigil kesakitan bukan mengigil kedinginan ya. Tapi
Tuhan berkehendak lain, mamaku dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya waktu kami
anak-anaknya masih unyuk-unyuk dan sedang lucu-lucunya.
Abangku, seorang yang tampan tapi
keras kepala. Sering melawan Bapak dan Mamaku. Padahal dulu sekolah dia paling
favorit dan terbaiklah. Aku sering berkelahi sama abangku, padahal kadang-kadang
masalah sepele hanya soal uang sisa disuruh beli mie Indomie oleh Bapak.
Kakakku, sama kayak mamaku orangnya
cerewet dan galak. Aku sering dipukuli dan dinasehati dari pagi sampai sore,
hanya gara-gara pergi main sebelum tidur siang. Tapi kakakku cantik, banyak
laki-laki naksir waktu dia masih sekolah dan kuliah.
Adekku, orang yang lucu. Tapi sedikit
keras kepala dan orangnya banyak akal. Adekku bermental baja, pernah waktu itu
dia lompat pagar untuk pergi main. Alhasil dia sering aku panggil tupai lompat
yang lincah. Tapi adekku orangnya cerdas, untuk urusan sekolah, dia selalu
mendapat juara ngak kayak abangnya Aku, tamat aja bantuan Tuhan Yang Maha Esa.
Nah kalau ini yang terakhir Ibukku,
kalau aku bilang sih dia malaikat kami anak-anaknya. Ibuku pengganti mamaku. Dia
hadir dikeluarga kami pada saat makan
pun masih susah. Hingga aku sering marah kalau ada orang bilang dia Ibu tiriku,
karena bagiku dia lebih dari Ibu kandung yang melahirkan aku dan kamu. Ngak terbayang,
keluarga kami yang sedang minus bukan nol, diangkat derajatnya oleh Ibuku
seorang PNS. Kalau Tuhan ada Malaikat disurga, aku ada Malaikat didunia itu Ibu
ku.
Mengalir sajalah... hingga aku tak
menyangka dapat membuat tulisan ini, seorang yang dulu paling membenci membaca
dan menulis “YA AKU”...
Efendi
Simbolon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar